Minggu, Maret 27, 2011

Gangguan identitas disosiatif

Gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal sebagai gangguan kepribadian majemuk) adalah gangguan jiwa yang berasal dari akibat sampingan dari trauma parah pada masa kanak-kanak (bahasa Inggris:childhood umur 3 -11 tahun) dan remaja (bahasa Inggris:adolesence umur 12 -18 tahun)[1].
Individu biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrim dan terjadi berulang kali yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih kepribadian yang berbeda.[2] Masing-masing individu dengan ingatan sendiri, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan diri mereka sendiri.[2] Setidaknya dua kepribadian ini secara berulang memegang kendali penuh atas tubuh si individu. [2]


Kriteria diagnosis

 Terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif pada seseorang [3], yakni:

  1. Kehadiran dua atau lebih kepribadian. [3]
  2. Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku.[3]
  3. Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi kelupaan pada normalnya.[3]
  4. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.[3]

Tanda dan gejala

Penderita gangguan identitas disosiatif memiliki gejala-gejalan sebagai berikut:[4]

[sunting] Depersonalisasi dan derealisasi

Penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Penderita merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang yang asing atau tidak nyata.

[sunting] Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu

Penderita kerap kali mengalami kehilangan waktu, dimana kadang-kadang mereka menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar disuatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak sadar kapan pergi ketempat itu.

[sunting] Sakit kepala dan keinginan bunuh diri

Penderita seringkali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.

[sunting] Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri

Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian.

[sunting] Perilaku menyakiti diri sendiri

Kecemasan dan depresi

 

Diagnosis

 

Membuat diagnosis untuk gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama.[rujukan?] Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara terstruktur dan melalui beragam tes psikologi.[rujukan?]

[sunting] Wawancara Klinis Terstruktur

Wawancara Klinis Terstruktur (bahasa Inggris: Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID-D)).[5] Metode wawancaranya pun telah memiliki panduan, yaitu menggunakan Diagnosis dan Penjadwalan Wawancara Terstruktur untuk Penderita Gangguan Identitas Disosiatif (bahasa Inggris: Diagnosis dan Dissociative Disorders Interview Schedule (DDIS)).[6]
Sebuah tes sederhana dianggap tetap valid untuk melakukan diagnosis yang dinamakan Pengukuran Kejadian Disosiatif pada Penderita (bahasa Inggris: Dissociative Experience Scale (DES)).[7] Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat.[rujukan?]
Terkadang kesalahan sering terjadi karena gangguan kepribadian disosiatif kerap kali mirip dan/atau hadir dengan gangguan lainnya seperti disosiatif amnesia, depresi, kecemasan, atau gangguan panik[rujukan?]. Karena itu faktor komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah, terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia.[rujukan?]

[sunting] Panduan diagnosis

Berbagai panduan diagnosis dari gangguan identitas disosiatif bisa dilihat pada:
  • ICD-10 dengan kode F44.9[8]
  • DSM-IV TR dengan kode 300.14[3]
  • PPDGJ III dengan kode F60.2 [9]

[sunting] Sejarah

Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru, dahulu gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda, istilah ini lalu diperkenalkan pada tahun 1987.[rujukan?]
Pada abad ke-18, keahlian para dukun untuk berubah menjadi roh binatang ataupun peristiwa kerasukan dianggap sebagai fenomena seseorang yang mempunyai kepribadian ganda.[rujukan?] Kasus Eberhardt Gmelin (1791) dianggap sebagai kasus kepribadian ganda pertama yang dilaporkan, walaupun sebelumnya pernah terjadi peristiwa amnesia yang menyerupai gejala kepribadian ganda yang dilaporkan pada tahun 1664.[rujukan?]
Pada tahun 1812, Benjamin Rush, yang juga dijuluki sebagai Bapak Psikiatri Amerika, mengoleksi kasus-kasus gangguan disosiatif dan kepribadian ganda. {[fact}} Dia menulis buku psikiatri pertama tentang gangguan kepribadian ganda berjudul "Pertanyaan Medis dan Pengamatan dari Penyakit Kejiwaan" (asli dalam bahasa Inggris: "Medical Inquiries and Observations Upon Disesases of the Mind"), teorinya mengatakan bahwa gangguan kepribadian ganda terjadi karena kerusakan hubungan pada 2 hemisper otak.[rujukan?]
Pada akhir abad ke-19, Eugene Azam, seorang profesor bedah tertarik pada hipnosis, menerbitkan sejumlah laporan tentang Felida X, Felida X lahir di tahun 1843, kehilangan ayahnya pada masa bayi dan masa kanak-kanak hidup dengan pengalaman yang menyakitkan.[rujukan?] Felida X memiliki 3 kepribadian dimana kepribadian 1 adalah kepribadian normalnya dan 2 lagi kepribadian lainnya yang abnormal.[rujukan?] Pierre Janet melaporkan beberapa kasus kepribadian ganda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 awal, seperti kasus Leonie, Lucie, Rose, Marie, dan Marceline.[rujukan?]
Pada era 1880-1920, banyak konferensi medis internasional yang membahas tentang disosiasi.[rujukan?] Jean-Martin Charcot memperkenalkan gagasannya tentang disosiatif, dia mengatakan bahwa "gegar" (shock) pada saraf mengakibatkan berbagai kondisi neurologis yang abnormal.[rujukan?]
Kasus kepribadian ganda pertama yang pernah diselidiki secara ilmiah adalah kasus Clara Norton Fowler pada tahun 1906.[rujukan?] Pada tahun 1987, istilah Gangguan Kepribadian Majemuk (Multiple Personality Disorder disingkat MPD) pada DSM II mulai digantikan menjadi Gangguan Disosiatif (Dissociative disorder) pada DSM III.[rujukan?] Pada tahun 1989, Frank W. Putnam menerbitkan buku "Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder" dan ditahun yang sama Colin A. Ross mencatat dan menerbitkan penelitian Gangguan Kepribadian Majemuk: Diagnosis, Ciri-ciri Klinis, dan Pengobatannya (judul asli dalam bahasa Inggris:"Multiple Personality Disorder: Diagnosis, Clinical Features, and Treatment".) {[fact}}
Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV gangguan ini berganti nama menjadi Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder). [10]
Di Indonesia istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi banyak terjual (best-seller) pada tahun 2000an.[rujukan?] Buku yang bercerita tentang penderita-penderita gangguan identitas disosiatif diantaranya: Sybil,[11], Karen,[12] ,dan Billy.[13]

[sunting] Penyebab

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan identitas disosiatif,[14] yaitu:
  • Kemampuan bawaan untuk memisahkan kepribadian dengan mudah.
  • Pelecehan seksual pada masa kecil yang berulang.
  • Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami.
  • Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki gangguan psikologis.
Penyebab utama gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban (Satanic Ritual Abuse).[13][12][11]

[sunting] Teori Psikoanalisa

Menurut Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud, trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan gangguan kepribadian seseorang.[15] Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk.[rujukan?] Saat terjadi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan di tekan (repress) ke dalam alam bawah sadar.[rujukan?] Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu.[rujukan?] Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa.[rujukan?] Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi.[rujukan?] Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi.[rujukan?] Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.[16]

[sunting] Pengobatan

Beberapa gejala gangguan identitas disosiatif mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif, namun gangguannya sendiri akan terus ada.[rujukan?] Pengobatan untuk gangguan ini terutama terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.[rujukan?]
Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis.[rujukan?] Pada saat terhipnosis dan individu masuk ke dalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil/ bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya.[rujukan?] Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian.[rujukan?] Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan.[rujukan?] Setelah mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya.[rujukan?] Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya.[rujukan?] Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli.[rujukan?]
Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybil[11] dan Karen[12]. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya.[rujukan?] Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, dan juga percobaan bunuh diri.[rujukan?] Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu, dan membutuhkan penanganan lainnya.[rujukan?] Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus.[rujukan?] Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan.[rujukan?] Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan, untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.[17]

[sunting] Prognosis

Prognosis individu dengan gangguan identitas disosiatif tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami.[rujukan?] Misalnya, orang yang memiliki tambahan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan perasaan, gangguan makan, dan gangguan penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk.[rujukan?] Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya.[rujukan?] Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik untuk anak-anak.[rujukan?] Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif.[rujukan?] Walaupun dikembalikan lagi pada faktor pasien dan terapisnya.[rujukan?] Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya.[rujukan?] Pasien mungkin mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan.[rujukan?] Stres atau penyalah-gunaan zat ??? juga berperan penting dalam kambuhnya simtom-simtom gangguan ini.[14]

[sunting] Referensi

  1. ^ (en) Santrock, J. W. (2007). Child Development. New York: McGraw-Hill.
  2. ^ a b c (en) Nevid., Greene., Beverly., Rathus. (2005) Psikologi Abnormal (5th ed). (Tim Fakultas Psikologi UI, trans). Jakarta: Erlangga.
  3. ^ a b c d e f (en) 300.14 Dissociative Identity Disorder (formerly Multiple Personality Disorder). Diunduh pada 31 maret 2010
  4. ^ (en) Merc.com: Dissociative Identity Disorder. Diunduh pada 31 maret 2010
  5. ^ (en) Situs SCID-D: Structured Clinical Interview for DSM Disorder. Diunduh pada 31 Maret 2010
  6. ^ (en) Situs community of Joel Barlow High School: SCID-D. Diunduh pada 31 Maret 2010
  7. ^ (en) Situs Counselling Resource: Welcome to the Dissociative Experiences Scale, A Screening Test for Dissociative Identity Disorder. Diakses pada 31 Maret 2010
  8. ^ (en) Situs WHO ICD-10: Mental and behavioural disorders. Diakses pada 31 Maret 2010
  9. ^ Dr. Tribowo Tuahta Ginting S, SpKJ. Psikiatri RSUP Persahabatan: Klasifikasi-Gangguan-Jiwa-Menurut-PPDGJ-III Diakses pada 31 maret 2010
  10. ^ (en) A History of Dissociative Identity Disorder. Diakses pada 31 maret 2010
  11. ^ a b c (en) Schreiber, F. R. (2001). Sybil (Sarlito W, trans). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
  12. ^ a b c (en) Baer, R. (2008) Menyingkap Karen (Berliana M., trans). Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta (Original Work Published 2007)
  13. ^ a b (en) Keyes, D. (2005). 24 Wajah Billy. (Mariasti, trans). Bandung: Qanita
  14. ^ a b (en) Situs Minddisorder.com: Dissociative identity disorder. Diakses pada 31 maret 2010
  15. ^ (en) Lahey, B. B. (2007). Psychology: An introduction (9th ed). New York: Mc Graw-Hill
  16. ^ (en) Lindzey, G. Hall, C.S. (1957). Introduction To Theory of Personality (1st ed)
  17. ^ (en) Situs Healthyplace.com: Treatment of Dissociative Identity Disorder (DID). Diakses pada 31 maret 2010

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar