Muslimah yang bersuami, mendapat jaminan pintu surga. Alangkah enaknya jadi muslimah. Dalam pernikahan, ia tidak perlu mencari nafkah. Dengan status sebagai istri, ia akan mendapat makan, pakaian, dan tempat tinggal, plus perlindungan dari suami. Suami pula yang memenuhi kebutuhan mawadahnya. Islam sudah mengatur itu, namun ini harus ditempuh dengan usaha. Memang di dunia ini tidak ada hak tanpa kewajiban, tidak ada hadiah tanpa kerja. Suami yang memberikan semua jaminan tadi, harus disenangkan hatinya, dipatuhi keinginannya, dipenuhi kebutuhan mawadahnya. Pendek kata apa saja yang ia inginkan (selama bukan dosa), harus dipenuhi. Maka jika ia telah ridho terbukalah pintu surga bagi istrinya.
Suami kita adalah manusia dan manusia tidak ada yang sama persis satu sama lain. Manusia juga tidak ada yang sempurna, ada saja kekurangannya. Sebagaimana kita juga tidak sempurna, maka perlu kita terima kekurangan suami. Sebagaimana kita (wanita) juga memiliki kegemaran yang berbeda-beda, maka terima pula kegemaran-kegemaran suami kita. Bahkan dalam Islam, kegemaran suami adalah kewajiban istri untuk memenuhinya. Misalnya suami kita menggemari wangi-wangian, maka wajib bagi istrinya untuk selalu memakai wangi-wangian di hadapan suaminya.
Di zaman yang penuh berkah, di awal-awal abad hijriyah, telah hidup generasi yang diberkahi Allah S.W.T. Di zaman itu hidup putri Rasulullah yang mulia: Fatimah ra. Sosok wanita ahli surga yang menghabiskan waktunya di rumah, untuk memasak, mencuci pakaian, mengurus anak yang banyak...., tanpa pembantu. Ayahnya yang mulia (S.A.W ) tidak mengabulkan permintaan Fatimah agar dapat diberikan pembantu. Tetapi beliau malah memberikan resep dzikrullah yang dapat menghilangkan kelelahan.
Suami Fatimah adalah sahabat yang mulia pula, Ali ra. termasuk pria ahli surga. Sosok penuh kesederhanaan yang tidak pernah memadu Fatimah dengan wanita lain selama hidupnya. Sosok pemuda yang melamar putri pemimpin umat dengan menggadaikan baju besi.
Ada sosok lain di sisi Rasulullah yaitu Aisyah ra. istri beliau yang termuda usianya. Sosok wanita manja dan berpipi merah. Sosok istri pencemburu yang penuh siasat untuk memenangkan cinta kasih sang suami diantara delapan istrinya yang lain. Sosok wanita tidak berputra, tidak disibukkan dengan tangis dan ompol bayi. Tapi beliau adalah wanita cerdas, penghafal hadits yang ulung dan selalu belajar apa saja, sampai ilmu kedokteran. Dialah pintu ilmu para sahabat di jamannya. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat tidak suka memberikan fatwa tanpa bertanya lebih dulu kepadanya. Sosok wanita dengan muyul ilmiah syar'iyah dan berfungsi sebagai dosen hadits para sahabat dan thabi'in. Sosok ini pernah hidup dan mendapat pengakuan Islam.
Ada pula kakak Aisyah bernama Asma binti Abu Bakar, ibunda dan istri syahid. Sosok yang amat berbeda dengan adiknya yang manja. Asma adalah wanita yang tegar. Punya anak banyak dan bersuamikan mujahid yang aktif. Tapi juga bukan orang kaya. Asma wanita pemberani yang telah diberi kepercayaan oleh bapaknya untuk turut mensukseskan hijrah Rasulullah S.A.W. dengan tugas khusus sebagai pembawa ransum kepada dua orang muhajirin agung yang sedang sembunyi di gurun. Asma dikenal banyak akal, ketika ia tidak memiliki tali untuk mengikat makanan yang dibawanya, ia membelah ikat pinggangnya, sehingga ia dijuluki si "Dua ikat pinggang".
Apakah dia sama dengan sosok Fatimah ? Tidak, ia lain sekali dengan Fatimah. Asma bahkan biasa mengurus sendiri kuda-kuda Zubair (suaminya), memandikan dan memberi makan. Ini biasanya pekerjaan laki-laki. Tapi Asma melakukannya karena mencari ridho suami. Asma juga biasa memanggul sendiri kayu bakar yang dicarinya, suatu pekerjaan yang biasa ditanggung laki-laki. Tapi ia melakukannya dengan alasan yang sama. Ia sosok ibu rumah tangga yang "selbstständig" (mampu mandiri) dan selalu mencari akal untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam rumah tangga. Dia jelas bukan tipe wanita ilmiah yang sibuk dengan pena dan kitab seperti adiknya. Tetapi ia pun wanita shalihah, wanita teladan sahabat Rasul S.A.W. termasuk salah satu "bintang cemerlang" di langit sirah Nabawiyah yang agung.
Adalah suatu waktu Rasulullah menyebutkan nama seorang wanita sebagai calon ahli surga, Muti'ah namanya, tidak banyak yang orang ketahui tentang kehidupan wanita ini selain suatu riwayat yang menyertai pengumuman Rasul tersebut. Salah seorang saksi mata mengatakan bahwa Muti'ah selalu menyambut kedatangan suaminya dengan bersolek sebaik-baiknya, menyediakan makanan yang enak dan hangat di atas meja dan.....seutas cambuk. Ia berkata pada suaminya : "Silahkan kakak makan dan minum, silahkan kakak gunakan diriku sebagaimana yang kakak mau dan cambuklah aku kalau ada di antara pelayananku yang tidak memuaskan hati kakak." Hanya itu riwayat tentang Muti'ah. Tapi dari riwayat yang secuil itu sudah banyak kita dapatkan pelajaran berharga
Dalam taman sirah, ternyata banyak wanita muslimah dengan tipe berbeda-beda. Bahkan masih ada sosok Shofiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah S.A.W. yang pernah dengan berani memancung leher Yahudi yang mengintai benteng tempat muslimah dan anak-anak muslim.
Ada pula Nusaibah, sahabat wanita yang bersedia menjadi perisai hidup bagi Rasulullah S.A.W.
Bagaimana dengan rumah tangga kita ? "Baiti Jannati" kata Rasulullah S.A.W. Apakah kita dapat mengatakan yang sama ? Apakah suami kita merasakan kebahagiaan yang sama ? Insya Allah demikian, sebab jika tidak, ....na'udzubillah! Berarti ridho suami masih harus kita kejar dan kita cari.
Tugas wanita di dalam rumah tangga sangat banyak. Jika sudah sibuk di rumah maka tidak ada lagi waktu menganggur. Pekerjaan rumah tangga seperti tidak ada habis-habisnya. Belum lagi urusan anak, kita menyebutnya "Amal yang tak berujung". Artinya itu adalah lahan amal yang tidak pernah kekurangan bahan. Baru selesai cuci piring makan pagi sudah harus memasak makan siang. Baru selesai memakaikan baju si kakak, si adik sudah mengompol lagi. Itu semua bisa jadi cuma tuntutan situasi. Tapi yang mana yang menimbulkan ridho suami ?
Yang perlu diperhatikan oleh seorang istri, adalah apa yang diinginkan suaminya. Apa yang menjadi kegemarannya dan sosok istri seperti apa yang ia ingin kita tempuh, kita usahakan. Hendaknya setiap istri lebih mendahulukan kemauan suami-nya dari pada kemauan dirinya sendiri. Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan yang berkumpul di surga dengan pasangan kita masing-masing. Amiin !
copas
posting (K H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar