Satu hal "Segaris Spidol Merah" membuatku sedih
suatu hari lisbet , menemuiku pada suatu sore dipertemuanku denganya di bulan november lalu, dengan wajah sedih ditekuk merunduk, ia terduduk lemas di kursi disebelahku , di tempat biasa hari-hari pertemuan kami .
aku kaget dan bertanya padanya .
" Cici ...kenapa hari ini cemberut ,dengan lemas ia menyerahkan hasil ulangan harianya padaku
" oh.. ternyata penyebabnya ini yaa , kataku, wah bagus kan hasilnya 78 , ucapku sambil menyalam erat tangan mungilnya , guna menyemangatinya karena jarang sekali ia mendapat nilai seperti ini .
selama berintarksi dengannya tak pernah aku membuat suatu pernyataan yang menjatuhkan harga dirinya , walau yang didapatnya nilai 0 (nol) sekalipun ,aku sangat berusaha menjaga agar ia memiliki motivasi belajar ,tujuanku menilai semua usahanya , tujuanya untuk ia bisa percaya diri dengan kemampuan yang telah dan akan dicapainya .
namun ada satu hal yang sangat mengusik bathinku. saat membaca lembar ulangan mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial tersebut. tepat pada nomor urut 4 ada sebuah soal yang benar-benar membuatku heran tidak habis fikir, yang menjawab bodoh ,atau si pembuat soal pilihan berganda ini yang bodoh
4. Andi ingin berkomunikasi dengan ayahnya yang sedang bertugas di kota surabaya ,
andi berdomisili dikota jakarta dengan ibunya .
alat komunikasi apa yang bisa digunakan andi agar dapat berkomunikasi dengan
ayahnya yang berada di kota surabaya adalah ;
a. Telefon
b. Komputer
c. Televisi
satu hal yang sangat saya sayangkan adalah, lisbet seorang anak Slow Leaner , dan ia memilki kecerdasan dibawah rata -rata teman seusianya, kemampuan kognitifnya, masih perlu bimbingan, penalaranya atas sebuah kasus terkadang membutuhkan puluhan menit untuk menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan hal konkrit.
namun ketika soal diatas lisbet menjatuhkan pilihanya pada pilihan. b. Komputer , segaris spidol berwarna merah mencontreng sebagai tanda salah ,bukan pilihan yang tepat .
Aduh bapak /ibu guru dimana kecerdasanmu dalam membuat soal ini ,bathinku ,jika ingin memilihkan satu pilihan yang tepat mengapa tidak memberi jawaban yang harus membuat anak-anak didikmu kebingungngan, bisa buatlah; Lemari,kek,kursi roda kek,atau kasur . mungkin bisa menjadi alternatif pilihan jawaban berganda tersebut.
Lisbet anak slow leaner saja dapat membuat satu pernyataan di fikirannya bahwa komputer sebagai alat komunikasi juga lah lho ibu guru , hari gini zaman hampir sudah semua anak didik setiap mencari dan membuat Pe Er* diwarnet-warnet (bagi siswa2 yang tidak punya fasilitas komputer dirumah mereka ) setiap pulang sekolah ,sambil Chating tentunya sebagai bonus facebookan .dan mereka sangatlah faham sekali media komputer sebagai alat komunikasi yang uptodate juga kan , bisa melihat orangnya juga denger suaranya ( minjem istilah Web.Cam an)
tapi syukurlah , semester 2 , hari selasa besok lisbet tidak berada dan duduk dibangku sekolah tersebut, bagi ku ini sebuah kesempatan untuk lisbet mengembangkan kecerdasannya, pilihan bersekolah di homescholing kak Seto menjadi alternatif ,dan juga sekolah inklusi satu hal yang tepat bagi kebutuhan kecerdasannya . karena lisbet harus bersekolah di sekolah yang tidak menggunakan asas penilaian untuk memvonis kecerdasanya .
meminjam tulisan teman Idrus bin Harun, Juara satu pada lomba penulisan Guru tingkat nasional ,
"" Maka kedudukan guru menjadi semacam supervisor dalam perusahaan, seperti yang digambarkan Sujono Samba dalam bukunya ‘lebih baik tidak sekolah’: Ketika guru selalu menguji, mengetes, atau mengevaluasi yang pada ujungnya memvonis dengan angka, dampaknya cenderung membatasi, membelenggu, memicikkan, dan mengerdilkan inisiatif kreatifitas siswa, lebih buruk lagi ketika soal-soal tes mengarah kepada hafalan-hafalan atau jawaban singkat. Model tes semacam ini tidak akan mendorong siswa untuk mengembangkan daya imajinasi, daya kreasi, dan daya analisisnya.
Jelaslah sekarang, paradigma sekolah kita mesti diubah secepatnya. Untuk menata kembali orientasi pedagogik. Dan memulainya mesti dengan mengubah pola pikir guru agar mengembangkan diri. Tidak terlampaui oleh siswa yang lebih cepat berkembang karena akrab dengan perubahan teknologi yang begitu cepat dan massif. Sementara kebanyakan guru, jangankan membiasakan diri membaca buku, menghadapi benda yang namanya komputer saja gagap (berdasarkan pengalaman pada beberapa pelatihan computer)."
kini , Lisbet telah terbebas dari budaya sekolah yang membunuh karakternya menjadi manusia kreatif, kehadiran saya berdua dengan teman NH Indah sebagi guru therapynya semoga memberi secercah pewarna bagi perkembangan karakternya .
dan rasa-rasanya semua anggota keluarga, papa,mama ,oma,opa tak siap berpisah dengan kami ,begitu juga dengan lisbet sudah menjadikan kami berdua bukan guru les , yang seperti kebanyakan ,yang lebih menekankan pada nilai dan penyelesain tugas dengan tuntas dalam waktu 2 jam .kami temannya bermain menumbuhkan minat dan kecerdasanya yang di bawah rata-rata butuh kesabaran ekstra tentunya .
" tidak saya tidak mau menekan lisbet opa , karena lisbet sudah banyak dipush disekolah , urai saya ,
karena kami therapysnya bukan guru lesnya , kata saya suatu sore pada opanya ,saat berdiskusi tentang sekolah.
Satu hal yang sangat saya sayangkan ketika buah fikiran seorang siswa tidak lagi dianggap oleh bapak dan ibu guru sebagai nilai istimewa yang mampu menjadi motivasi bagi anak didik tersebut, untuk melanjutkan hari-hari dibangku sekolah dasarnya....
salam semangat
buat teman2 calon pendidik , juga bapak ibu guru /dosen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar