Minggu, Januari 01, 2012

Spidol merah

Satu hal "Segaris Spidol Merah" membuatku sedih


Satu hal yang sangat saya sayangkan  ketika  buah fikiran seorang siswa tidak lagi dianggap oleh bapak dan ibu guru sebagai nilai istimewa yang mampu menjadi motivasi bagi anak didik tersebut, untuk melanjutkan hari-hari dibangku  sekolah dasarnya ...

suatu hari lisbet , menemuiku pada suatu sore dipertemuanku denganya di bulan november lalu, dengan wajah  sedih ditekuk merunduk, ia terduduk lemas di kursi disebelahku , di tempat biasa hari-hari pertemuan kami .
aku kaget dan bertanya padanya .

" Cici ...kenapa hari ini  cemberut ,dengan lemas ia menyerahkan hasil ulangan harianya padaku
"  oh.. ternyata  penyebabnya ini yaa , kataku, wah bagus kan hasilnya 78 , ucapku sambil menyalam erat  tangan mungilnya , guna menyemangatinya karena  jarang sekali ia mendapat  nilai seperti ini .

selama berintarksi dengannya tak pernah aku membuat suatu pernyataan yang menjatuhkan harga dirinya , walau yang didapatnya  nilai 0 (nol) sekalipun ,aku sangat berusaha menjaga agar ia memiliki motivasi belajar ,tujuanku menilai semua usahanya , tujuanya untuk ia bisa percaya diri dengan kemampuan yang telah dan akan dicapainya .

namun ada satu hal yang sangat mengusik bathinku. saat membaca lembar ulangan  mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial tersebut. tepat pada nomor urut 4 ada sebuah soal yang benar-benar membuatku heran tidak habis fikir, yang menjawab bodoh ,atau si pembuat soal  pilihan berganda ini yang bodoh

4. Andi ingin berkomunikasi dengan ayahnya yang sedang bertugas di kota surabaya ,
    andi berdomisili dikota jakarta  dengan ibunya .
   alat komunikasi apa yang bisa digunakan andi agar dapat berkomunikasi dengan
   ayahnya yang  berada  di  kota surabaya adalah ;
   a. Telefon
   b. Komputer
   c. Televisi

satu hal yang sangat saya sayangkan  adalah, lisbet seorang anak Slow Leaner , dan ia memilki kecerdasan  dibawah rata -rata teman seusianya, kemampuan  kognitifnya, masih perlu bimbingan, penalaranya atas sebuah  kasus terkadang membutuhkan puluhan menit untuk menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan hal konkrit.
namun ketika soal diatas  lisbet menjatuhkan pilihanya pada pilihan.  b. Komputer , segaris spidol berwarna merah mencontreng  sebagai tanda salah ,bukan pilihan yang tepat .

Aduh bapak /ibu guru dimana kecerdasanmu dalam membuat soal ini ,bathinku ,jika ingin memilihkan satu pilihan yang tepat mengapa tidak memberi jawaban yang harus membuat anak-anak didikmu kebingungngan, bisa buatlah; Lemari,kek,kursi roda kek,atau kasur . mungkin bisa menjadi alternatif pilihan jawaban berganda  tersebut. 

Lisbet anak slow leaner saja dapat membuat satu pernyataan di fikirannya bahwa komputer sebagai alat komunikasi juga lah lho ibu guru , hari gini zaman hampir sudah semua anak didik setiap mencari dan membuat Pe Er*   diwarnet-warnet  (bagi siswa2 yang tidak punya fasilitas  komputer dirumah mereka ) setiap pulang sekolah ,sambil Chating tentunya sebagai bonus facebookan .dan mereka sangatlah  faham sekali media komputer sebagai alat komunikasi yang uptodate juga kan , bisa melihat orangnya  juga denger suaranya ( minjem istilah  Web.Cam an)

tapi syukurlah , semester 2 , hari selasa besok lisbet tidak berada  dan duduk dibangku sekolah tersebut, bagi ku ini sebuah kesempatan untuk lisbet mengembangkan kecerdasannya, pilihan bersekolah di  homescholing kak Seto menjadi alternatif ,dan  juga sekolah inklusi  satu hal yang tepat bagi kebutuhan kecerdasannya . karena  lisbet harus bersekolah di sekolah yang tidak menggunakan  asas penilaian untuk memvonis kecerdasanya .

meminjam tulisan teman Idrus bin Harun, Juara satu pada lomba penulisan Guru tingkat nasional ,
"" Maka kedudukan guru menjadi semacam supervisor dalam perusahaan, seperti yang digambarkan Sujono Samba dalam bukunya ‘lebih baik tidak sekolah’: Ketika guru selalu menguji, mengetes, atau mengevaluasi yang pada ujungnya memvonis dengan angka, dampaknya cenderung membatasi, membelenggu, memicikkan, dan mengerdilkan inisiatif kreatifitas siswa, lebih buruk lagi ketika soal-soal tes mengarah kepada hafalan-hafalan atau jawaban singkat. Model tes semacam ini tidak akan mendorong siswa untuk mengembangkan daya imajinasi, daya kreasi, dan daya analisisnya.
Jelaslah sekarang, paradigma sekolah kita mesti diubah secepatnya. Untuk menata kembali orientasi pedagogik. Dan memulainya mesti dengan mengubah pola pikir guru agar mengembangkan diri. Tidak terlampaui oleh siswa yang lebih cepat berkembang karena akrab dengan perubahan teknologi yang begitu cepat dan massif. Sementara kebanyakan guru, jangankan membiasakan diri membaca buku, menghadapi benda yang namanya komputer saja gagap (berdasarkan pengalaman pada beberapa pelatihan computer)."



kini , Lisbet telah terbebas dari budaya sekolah yang membunuh karakternya menjadi manusia kreatif, kehadiran saya berdua dengan teman NH Indah  sebagi guru therapynya  semoga memberi secercah pewarna bagi perkembangan karakternya .
dan rasa-rasanya  semua anggota keluarga, papa,mama ,oma,opa tak siap berpisah dengan kami ,begitu juga dengan lisbet  sudah menjadikan  kami berdua bukan guru les , yang seperti kebanyakan ,yang lebih menekankan pada nilai dan penyelesain tugas dengan tuntas dalam waktu 2 jam  .kami temannya bermain menumbuhkan minat dan kecerdasanya yang di bawah rata-rata butuh kesabaran ekstra tentunya .
" tidak  saya tidak mau menekan lisbet opa , karena lisbet sudah banyak dipush disekolah , urai saya ,
karena kami  therapysnya bukan guru lesnya , kata  saya suatu sore pada opanya ,saat berdiskusi tentang sekolah.

Satu hal yang sangat saya sayangkan  ketika  buah fikiran seorang siswa tidak lagi dianggap oleh bapak dan ibu guru sebagai nilai istimewa yang mampu menjadi motivasi bagi anak didik tersebut, untuk melanjutkan hari-hari dibangku  sekolah dasarnya....


salam semangat


buat teman2  calon pendidik , juga  bapak ibu guru /dosen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar