Kamis, Januari 27, 2011

Mencari & Memilih Jodoh (Tanya Jawab dengan Ustadz Abu Muawiah)

oleh Kuhanya Ingin Berbagi pada 24 Januari 2011 jam 0:20
Mencari & Memilih Jodoh
Oleh Ustadz Abu Muawiah


Pertanyaan 1:
Tadz bagaimana kriteria wanita yg d jadikan istri?
Ibnu muhammad [Jibnunmuhammadjawas@yahoo.com]


Jawab:
Para ulama menyebutkan beberapa kriteria dalam memilih calon istri, yang mana kriteria ini juga berlaku bagi wanita yang mencari calon suami. Berikut beberapa perkara yang harus diperhatikan dalam masalah ini:

a. Kesalehan.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا, وَلْحَسَبِهَا, وَلِجَمَالِهَا, وَلِدِيْنِهَا, فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدَّيْنِ
“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah wanita yang bagus agamanya”.
Karenanya, hendaknya dia memilih wanita yang taat kepada Allah dan bisa menjaga dirinya dan harta suaminya baik ketika suaminya hadir maupun tidak. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda tatkala beliau ditanya tentang wanita yang paling baik:
اَلَّتِيْ تُطِيْعُ إِذَا أُمِرَ، وَتَسُرُّ إِذَا نُظِرَ، وَتَحْفَظُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ
“Wanita yang taat jika disuruh, menyenangkan jika dilihat, serta yang menjaga dirinya dan harta suaminya”. (HR. Ahmad: 4/341)

Bahkan Allah -Ta’ala- berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An-Nisa`: 34)

Kata qonitat, Sufyan Ats-Tsaury -rahimahullah- berkata tentangnya, “Yakni wanita-wanita yang mentaati Allah dan mentaati suami-suami mereka”. (Riwayat Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 5/38 dengan sanad yang shahih)

Dan Imam Qotadah bin Di’amah berkata menafsirkan “hafizhotun …”, “Wanita-wanita yang menjaga hak-hak Allah yang Allah bebankan atas mereka serta wanita-wanita yang menjaga (dirinya) ketika suaminya tidak ada di sisinya”.(Riwayat Ibnu Jarir: 5/39 dengan sanad yang shahih)


Karenanya pula dilarang menikah dengan orang yang yang tidak menjaga kehormatannya, yang jika pasangannya tidak ada di sisinya dia tidak bisa menjaga kehormatannya, semacam pezina (lelaki dan wanita) atau wanita yang memiliki PIL (pria idaman lain) dan sebaliknya. Imam Al-Hasan Al-Bashry -rahimahullah- berkata:
لاَ تَحِلُّ مُسَافَحَةٌ وَلاَ ذَاتُ خَدَنٍ لِمُسْلِمٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim (untuk menikahi) al-musafahah (pezina) dan dzati khadanin (PIL/TTM).” (Riwayat Said bin Manshur dalam Sunannya: 5/8 dengan sanad yang shahih)

Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash -radhiallahu ‘anhuma- berkata:
أَنَّ أَبَا مَرْثَدِ الْغَنَوِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُهُ أَنْ يَنْكِحَ اِمْرَأَةً بَغِيًّا كَانَتْ صَدِيْقَتَهُ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ تُدْعَى عَنَاقُ. فَسَكَتَ عَنْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَنَزَلَ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ((اَلزَّانِيَةُ لاَ يَنْكِحُهَا إِلاَ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ)). فَدَعَاهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَهَا عَلَيْهِ، وَقَالَ لَهُ: ((لاَ تَنْكِحْهَا))
“Sesungguhnya Abu Martsad Al-Ghanawy -radhiallahu ‘anhu- datang menemui Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta izin kepada beliau untuk menikahi seorang wanita pezina yang dulunya wanita itu adalah temannya saat jahiliyah yang bernama ‘Anaq. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- diam lalu turunlah firman Allah -Ta’ala-, “Pezina wanita, tidak ada yang boleh menikahinya kecuali pezina laki-laki atau musyrik laki-laki.” (QS. An-Nur: 3).
Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- memanggilnya lalu membacakan ayat itu kepadanya dan beliau bersabda, “Jangan kamu nikahi dia”. (HR. Imam Empat kecuali Ibnu Majah dengan sanad yang hasan)
Demikian pula dibenci menikahi orang yang fasik atau ahli bid’ah, berdasarkan keumuman sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam hadits Abu Hurairah di atas.


b. Subur lagi penyayang, karenanya dibenci menikah dengan lelaki atau wanita yang mandul.
Dari hadits Ma’qil bin Yasar -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَقََالَ: إِنِّيْ أَحْبَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ: ((لاَ)). ثَمَّ أَتَاَهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ، فَقَالَ: ((تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنَّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)).
“Pernah datang seorang lelaki kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu berkata, “Saya menyenangi seorang wanita yang memiliki keturunan yang baik lagi cantik hanya saja dia tidak melahirkan (mandul), apakah saya boleh menikahinya?”, beliau menjawab, “Tidak boleh”. Kemudian orang ini datang untuk kedua kalinya kepada beliau (menanyakan soal yang sama) maka beliau melarangnya. Kemudian dia datang untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda, “Nikahilah wanita-wanita yang penyayang lagi subur, karena sesungguhnya saya berbangga dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat”. (HR. Abu Daud no. 2050 dan An-Nasai: 6/65)
An-Nasa`i -rahimahullah- memberikan judul bab untuk hadits ini dengan ucapannya, “Bab: Makruhnya menikahi orang yang mandul”.


c. Masih perawan.
Hal ini berdasarkan Jabir bin ‘Abdillah -radhiallahu ‘anhu- bahwasanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepadanya, “Wanita apa yang kamu nikahi?”, maka dia menjawab, “Saya menikahi seorang janda”, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ
“Tidakkah kamu menikahi wanita yang perawan?! Yang kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu?!” (HR. Al-Bukhari: 3/240 dan Muslim no. 2/1078)

Pertanyaan 2:
Ustadz hafidzakallah, ana telah menikah dengan wanita yang insya Allah shalihah, alhamdulillah. Tapi, ada satu masalah yang barangkali ustadz bisa membantu solusinya dengan bimbingan syar’i tentu yang ana harapkan. Ana menikah dengan wanita yang belum ana kenal sebelumnya. Kamipun menjalani proses ta’aruf juga nadzar. Ketika ana nadzar, ana menyadari bahwa wanita ini memang tidak begitu cantik, tapi dia juga tidak jelek.
Meski tidak langsung merasakan suka, ana khusnudzan, semoga saya bisa mencintainya kelak setelah menikah. Pepatah mengatakan ‘witing tresno, jalaran seko kulino’. Cinta itu akan tumbuh, karena seringnya bertemu, apalagi ini tidak sekedar bertemu melainkan bergaul dan berbagi satu sama lain. Iya, cinta itu memang tumbuh, akan tetapi ya ustadz, ternyata cinta itu tidak sesubur dan sedalam yang saya idamkan. Iya saya cinta istri saya, tapi tidak mendalam. Terkadang, saya berpikir apa memang saya salah tidak jujur terhadap diri saya sendiri sewaktu menadzar dia bahwasanya dia sedang-sedang saja kecantikannya sementara saya menginginkan seorang pendamping yang benar-benar cantik. Semoga ustadz bisa memberikan nasihat yang komprehensif terhadap masalah yang saya hadapi. Jazakumullah khairan. (Abdullah)

Jawab:
Dalam keadaan seperti ini antum disyariatkan untuk mengatakan dan meyakini, “QADARULLAHI WA MAA SYA`A FA’AL,” (ini adalah takdir Allah dan Dia berbuta apa yang Dia kehendaki). Dan hendaknya antum meyakini apa yang Allah takdirkan untuk antum sekarang adalah yang terbaik untuk antum, karena Dia lebih mengetahui tentang diri antum daripada antum sendiri. Sangat memungkinkan jika antum mendapatkan istri yang benar-benar cantik, mengakibatkan kehidupan antum tidak sebaik dan seindah sekarang ini. Yang jelas antum harus meyakini firman Allah Ta’ala, “Mungkin sesuatu itu buruk (lahiriahnya) akan tetapi sebenarnya itu merupakan kebaikan bagi kalian, dan mungkin sesuatu itu baik (lahiriahnya) akan teapi sebenarnya itu merupakan kejelekan bagi kalian. Allah Maha Mengetahui sementara kalian tidak mengetahui.” Intinya, antum harus memantapkan keimanan antum kepada takdir, wallahu a’lam.

Pertanyaan 3 :

Assalamu’alaikum, Ustadz.
Problem Akh Abdullah dan nasehat antum itu sangat mengena untuk ana. Bagaimana kalau cinta itu tidak tumbuh ustadz? Yang ada hanya “rohmah”. Tanpa “mawaddah”. Bijakkah kalau suami berterus terang tentang perasaan yang memang di luar kehendaknya itu kepada istri? Sebab tentu perasaan itu akan mempengaruhi caranya berinteraksi (sekalipun ia berusaha untuk memenuhi hak-hak istri dengan baik). Untuk kasus seperti ini, apakah dibenarkan mengambil solusi poligami? Baarokallaahu fiikum. (Ibnu Abawayhi)

Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah
Poligami tidak ada hubungannya dengan kasus di atas, karena dia tetap diperbolehkan walaupun dia mencintai istrinya yang sekarang. Hanya saja dalam keadaan seperti di atas, kami tidak menganjurkan antum untuk poligami, karena adanya kekhawatiran antum tidak akan berbuat adil kepada istri pertama dan akan lebih condong kepada yang kedua. Padahal syarat bolehnya poligami adalah kesanggupan untuk berbuat adil dalam masalah lahiriah kepada istri-istrinya. Wallahu a’lam

Pertanyaan 4 :

Assalamu’alaykum…
Maaf ustadz, mohon dalilnya kita disyariatkan mengucapkan “QADARULLAHI WA MAA SYA`A FA’AL,” (ini adalah takdir Allah dan Dia berbuta apa yang Dia kehendaki)
Jazakallohu khoiyr  (Iskandar Badrun)

Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta ‘ala daripada orang mukmin yang lemah. Pada masing-masing memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu mengatakan, “Seandainya tadi saya berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu.” Tetapi katakanlah, “QADARULLAHI WA MAA SYA`A FA’ALA (lni sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya). Karena sesungguhnya ungkapan kata ‘law’ (seandainya) akan membukakan jalan bagi godaan setan.” (HR. Muslim no. 4816)

Pertanyaan 5 :
afwan ustadz,ana mau tanya, bagaimana dengan seorang suami yang mampu melakukan poligami secara lahiriyah tetapi dia masih memilih memiliki satu istri,apakah dia berdosa karena tidak melakukan poligami? dia merasa bahagia dengan kehidupan rumah tangganya yang sekarang,walhamdulillah, dia dianugerahi perasaan cinta yang mendalam kepada istri dan anak-anaknya. (Ummu Abdillah)

Jawab :
Tidak ada masalah insya Allah, poligami bukanlah wajib bahkan tidak pula bersifat sunnah secara mutlak dalam artian sunnah bagi setiap lelaki. Akan tetapi dia hanya disunnahkan bagi lelaki yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam syariat.

Pertanyaan 6:

bismillah..
ustadz,, smg Alloh Taala merahmati,, mohon nasehatnya..
Ada seorang laki2 hanif yg ibunya mengikuti LDII sedangkan ayahnya seorang NU-LDII. laki2 ini belum terlalu mengenal manhaj salaf,, namun dari yg bisa dilihat dia seorang yang hanif. Laki2 ini berniat ke rumah ana untuk nadzar,, tapi krn sangat keterbatasan dana belum terlaksana datang2 ke rumah. Dia seorang buruh yg tinggal di Lampung Tengah-Seputih Mataram sedang ana di Depok. Dia katakan kalo ana ingin mencari laki2 lain silakan,, tapi dia katakan pula kalo ana mau sedikit bersabar dia akan berusaha keras untuk datang ke rumah ana. Dia sudah ceritakan semua mengenai keadaannya agar ana paham.
Sebelum semua niatnya ingin datang nadzar ke rumah,, ana ceritakan bahwa diri ana sudah pernah operasi besar sakit mioma. Alhamdulillah sudah diangkat & menurut dokter masih bisa hamil namun sisa2 sakit terkadang datang. Ana sudah ceritakan juga sama laki2 ini. Dia katakan tidak masalah. Sebelum ada niat nadzar,, dia punya niat masuk LDII. Ana sudah katakan pandangan ana mengenai LDII dari pengetahuan yang ana tahu menurut para ulama. setelah bicara tidak sebentar,, alhamdulillah dia memahami. Hanya dia bilang kalo jadi menikah dengan ana tidak akan masuk LDII. Kalo tidak jadi menikah,, sebaliknya. Ana pun sudah ceritakan ana bermanhaj salaf. Dan dia katakan kalo di Lampung kurang banyak pengajian salaf,, lalu disarankan agar ana cari info mengenai pengajian salaf di Lampung.

Perlu ustadz,, smg Alloh Taala merahmati,, ketahui diri ana sudah condong kepadanya. Baru2 ini ibu ana( tanpa ayah ana ketahui ) menawarkan ingin membantu dia menambah biaya perjalanan. Salah satu niatnya mencegah terjadinya fitnah. Ana sudah sampaikan ke dia,, jawabnya dia ingin berusaha sendiri dulu untuk biaya ke rumah ana.
Mohon nasehatnya ustadz,, smg Alloh Taala merahmati ustadz dan keluarga ustadz.
Afwan ustadz kalo sangat panjang. jazakumullah khayr. (Shofi)

Jawab :
Dari kalimat anti tentang dia, “Hanya dia bilang kalo jadi menikah dengan ana tidak akan masuk LDII. Kalo tidak jadi menikah,, sebaliknya.” Maka saya sangat tidak menyarankan untuk menikah dengan orang itu. Itu dalil jelas yang menunjukkan dia tidak hanif. Maka dari sisi mana anti bisa mengatakan, “Namun dari yg bisa dilihat dia seorang yang hanif,” sementara ucapannya di atas adalah ucapan yang menunjukkan jauhnya dia dari keikhlasan dan dari mencari kebenaran???
Adapun ucapan anti, “ana sudah condong kepadanya,” maka ini adalah fitnah dalam hati yang timbul karena -menurut apa yang saya tangkap- anti sering berbicara dengannya. Dan berbicara kepada non mahram adalah tidak diperbolehkan walaupun akan nazhar.
Kami sangat sarankan anti membaca artikel berkenaan dengan ini di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=962
Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah pasti akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik. Jazakillahu khairal jaza` atas doanya, dan semoga Allah Ta’ala juga berkenan untuk menjaga agama dan akhirat anti.

Pertanyaan 7:

bismillah,
ya ustadz, sebagaimana kasus akh abdullah said, ana juga mengalami hal yang sama dengan beliau. hal ini menyebabkan timbulnya rasa iri terutama ketika kakak ipar (kakak istri) yang mau menikah dengan wanita yang cantik (minimal lebih cantik dari istri ana), yang mana ana proses dengan istri ana dulu melalui kakak ipar tersebut. karena wanita tsb insyaAlloh akan menjadi kakak ipar ana, otomatis akan sering ketemu, sehingga bisa menimbulkan fitnah pada diri ana. bagaimana ini ustadz untuk mengatasi problem semacam ini? apakah bisa diselesaikan dengan poligami? (abu sufyan )

Jawab:
Sekali lagi kami katakan: Poligami tidak ada hubungannya dengan kasus di atas, karena dia tetap diperbolehkan walaupun dia istrinya yang sekarang adalah wanita yang paling cantik sedunia. Adapun masalah apakah bisa diselesaikan dengan poligami, maka ini kembalinya kepada antum. Apakah setelah menikah yang kedua lalu melihat wanita lain yang lebih cantik dari istri keduanya, lalu kita katakan: Lagi-lagi jalan keluarnya adalah poligami?
Maka jalan keluarnya antum lebih tahu, apakah poligami ataukah sekedar jangan bertemu atau bertatap muka dengan calon ipar tersebut, dan mengamalkan anjuran Nabi kepada yang mempunyai istri, yaitu agar dia segera mendatangi (melakukan hubungan dengan) istrinya ketika dia tertarik kepada wanita yang lain.
Anggaplah masalah di atas bisa diselesaikan dengan poligami, tapi apakah poligami itu sendiri tidak akan mendatangkan masalah yang baru? Dengan istri pertama atau keluarganya misalnya? Dan seterusnya.
Yang jelas kami tidak melarang seseorang untuk berpoligami, hanya saja butuh pertimbangan lebih matang untuk poligami jika alasannya hanya seperti yang disebutkan di atas. Wallahul muwaffiq.

Pertanyaan 8 :

Assalaamu’alaikum warohmatulloh wabarokaatuh…
bismillaah…
ya ustadz… bagaimana menyikapi dan mengelola perasaan istri dimana ia mengetahui bahwa suaminya sudah tidak mencintainya lagi ? dan bila mengingat hal itu, perasaan sang istri sangat sedih… bagaimana jalan keluarnya ?
jazaakallohu khoir (ummahat)

Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Jika dia mau maka dia bersabar menghadapi suaminya dan kesabaran insya Allah menghapuskan banyak dosa dan mengangkat banyak derajat. Disertai dengan doa yang ikhlas kepada Allah untuk kebaikan dia dan suaminya.
Atau jika dia mau maka dia bisa bersikap seperti istri Nabi -shallallahu alaihi wasallam- Saudah tatkala dia sudah tua dan mengetahui kalau beliau sudah tidak berhasrat kepadanya, sehingga dia menyerahkan malamnya kepada Aisyah. Maka dia bisa menawarkan kepada suaminya untuk poligami dengan syarat dia tidak diceraikan.
Dan jika dia mau maka dia bisa istikharah kepada Allah mengenai keadaannya, apakah dia tetap bersama suaminya ataukah dia berbicara terus-terang dan menawarkan dengan bahasa yang baik (bukan menantang dan bukan pula permintaan tapi penawaran), kalau memang suaminya tidak mencintainya lagi dan tidak ingin bersamanya lagi, daripada menjadi beban perasaan bagi kedua belah pihak maka jalan yang terakhir adalah bercerai secara baik-baik. Wallahu a’lam.

Pertanyaan 9 :

bismillah,
Ustadz boleh bertanya lagi tidak?
temen ana lagi proses sama akhwat yang ortu dari akhwat ini seorang kejawen, sering ngitung2 hari, mulai dari lamaran sampai tanggal nikahnya. sebenarnya ortu akhwat ini tidak setuju, tapi akhwat tsb mengatakan kalo tidak jadi nikah dengan temen ana tsb, dia tidak akan pulang kerumah (minggat), trus dia juga mengeluarkan pernyataan pada temen ana kalo tidak jadi dia mau futur. yang ingin ana tanyakan bagaiamana pandangan ustadz thd akhwat tsb, dan bagaimana baiknya? diteruskan prosesnya atau dibatalkan? yang perlu diketahui disini, temen ana orangnya kurang tegas, maka dia sering ngikut kehendak calon mertuanya.
jazakallohu khoir atas masukannya. (abu sufyan)

Jawab :
Wallahu a’lam, mungkin antum bisa tanya kepada yang lebih berilmu.

Pertanyaan 10 :
Asalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh

Afwan ust,mohon jawaban dan nasehatnya. Ada Akhwat yang curhat kpd istri ana tentang perkara yang sedang dia hadapi.Ada umahat yang menawari dia ikhwan, dia memang ada rencana untuk menikah adapun waktunya tidak untuk waktu dekat. dia tinggal di perantauwan bgtu pula ikhwan yg di tawarkan ke dia. Kalupun nanti menikah dia ingin tinggal di tempat asalnya sehingga suaminya pun nanti inginya akhwat ini tinggal di daerah dia juga sehubungan orang tuanya (bapaknya)akhwat ini sudah tua dan kdg sakit sakitan dan ingin juga belajar agama seperti dia. sedangkan ikhwannya ini sekarang bekerja di perusahaan/pabrik. Dia menginginkan suaminya nanti bisa mengajari dia ilmu agama.
dia ingin mengatakan tidak /menolak ikhwanya tsb tp dia khawatir dan takut klo menolak akan memadhorotkan dia dikemudian nanti (kualat)karena dari pihak umahat ini agak sedikit menekan seakan -akan harus jadi/ diterima dan menyampaikan dalil2 yang membuat dia takut klo menolak.
1.Apakah hak untuk menolak itu ada bg si akhwat karena klo dari keterangan umahat yg menawari dia sangat yakin akan kebaikan/kemampuan si ikhwan untuk mengajari dia?
2. Apakah ketika ada laki-laki yg sholeh ingin menikahinya tp si wanita menolak di karenakan ada beberapa perkara yg tidak cocok,dia berdosa/memadhorotkan si wanita?
3. Mohon penjelasan sebatas mana arti sekufu?
Mungkin ini saja pertanyaannya mohon maaf klo ada kesalahan dlm penyampaian sehingga kurang di fahami oleh ustadz. Jazakallah khairan  (Husen)

Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
1. Bagi wanita yang sudah balig, tidak ada seorangpun yang bisa memaksanya untuk menikah, walaupun itu ayahnya, apalagi kalau orang lain. Pilihan jadi tidaknya tetap dikembalikan kepadanya. Hanya saja jika dia (si akhwat) sudah yakin akan kebaikan agama ikhwan tersebut, maka hendaknya dia menerimanya dan tidak menolaknya, selama memang tidak ada pertimbangan lain yang dibenarkan oleh syariat.
Dan kami nasehatkan kepada ummahat yang bersangkutan agar tidak memberikan beban kepada si akhwat dan juga tidak ‘terkesan’ memaksakan kehendak mereka. Dan hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dan jujur dalam menyampaikan keadaan ikhwan tersebut.
2. Pernikahan tentunya harus dibangun di atas suka sama suka, yakni sebagaimana ikhwan boleh mempunyai kriteria akhwat yang dia akan nikahi, maka si akhwat juga berhak menentukan kriteria yang dia rasa cocok buat dirinya. Kalau memang si akhwat merasa kurang cocok maka tidak mengapa dia menolaknya. Tapi sekali lagi, sebaik-baik kriteria adalah yang baik agamanya.
3. Kufu’ (kesetaraan) yang teranggap oleh syariat dalam pernikahan hanyalah kufu’ dalam masalah agama. Muslim hendaknya tidak menikahi kafir atau musyrik, muslim yang taat hendaknya tidak menikahi yang fasik, dan seterusnya.
Wallahu a’lam bishshawab

Pertanyaan 11 :

bismillahirrahmanirrahim,
afwan ya Ustadz, ana seorang yang sudah cukup umur untuk menikah dan sudah ada keinginan kuat untuk menikah akan tetapi belum punya biaya yang cukup, terus terang ana punya banyak hutang ketika fokus belajar (mondok) sehingga setelah kerja saat ini gaji bulanan habis untuk menggilir bayar hutang. bagaimanakah yang seharusnya ana lakukan sedangkan keinginan menikah sudah sangat terasa sampai kadang menganggu muroja’ah ana, apakah menikah dulu dan menunda pembayaran hutang atau sebaliknya?
jazakumullahu khoirol jazaa atas jawabannya (Abu 'Abdirrohman)

Jawab :
ika memang antum khawatir melakukan hal yang haram semisal onani atau zina mata yang terlalu sering, maka sebaiknya antum menikah terlebih dahulu. Karena barangsiapa yang menjaga diri dan agamanya niscaya Allah akan membantunya dan menjaganya dari semua kejelekan dunia termasuk hutang.


Menikah Dengan Orang yang Beda Manhaj

Tanya:
assalamu’alaikum ustadz, bagaimana hukumnya seseorang yg sdh mantap dgn manhaj salaf menikah dgn lain manhaj? bagaimana hukumnya kita tidak mau menikah kecuali dgn yg semanhaj ? bagaimana kita tahu seseorang itu jodoh kita atau bukan?
Ida <mbakrida@gmail.com>

Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullah. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah mewajibkan atas setiap muslim dan muslimah untuk untuk selektif dalam memilih teman duduk dan teman bergaul, hendaknya dia hanya memilih teman yang baik agar agamanya tetap terjaga. Ini pada teman duduk, maka tentunya dalam memilih teman hidup itu harus lebih selektif dan hanya memilih yang betul-betul baik akidah dan manhajnya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَرْكَنُوْا إِلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
“Dan janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkan kalian disentuh oleh api neraka."

Dan dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang masyhur, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- memperumpamakan teman duduk yang baik dengan penjual minyak wangi yang bisa memberikan manfaat kepada orang di dekatnya, sedangkan teman duduk yang jelek bagaikan pandai besi yang bisa memudharatkan orang di dekatnya (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalil-dalil lain yang semisal dengannya.

Karenanya seorang muslim yang baik akidah dan manhajnya hendaknya tidak menikah dengan muslimah yang tidak benar akidah dan manhajnya, demikian pula sebaliknya. Bahkan menikahnya seorang muslimah yang baik akidah dan manhajnya dengan muslim tapi tidak benar akidah dan manhajnya, adalah lebih parah dan lebih jelek akibatnya, karena biasanya istri akan mengikuti suaminya, sementara suaminya tidak berakidah yang benar. Karenanya sikap untuk tidak mau menikah kecuali dengan yang benar akidah dan manhajnya adalah sikap yang benar guna menjaga kehormatan dan agamanya.

Ada sebuah kisah disebutkan oleh para ulama mengenai seseorang yang bernama Imran Al-Haththan. Orang ini dulunya salah seorang ulama ahlussunnah, akan tetapi dia menikah dengan putri pamannya (sepupunya) yang mempunyai pemikiran khawarij, dia berdalih menikahinya agar dia bisa menasehati jika dia sudah jadi istrinya. Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, dia yang dinasehati oleh istrinya hingga akhirnya dia keluar dari ahlussunnah menuju ke mazhab khawarij bahkan disebutkan bahwa dia lebih ekstrim daripada istrinya dalam mazhab khawarij ini.

Maka lihatlah bagaimana seorang alim bisa terpengaruh oleh wanita yang notabene adalah istrinya sendiri, maka bagaimana sangkaanmu dengan seorang wanita yang tidak alim lalu menikah dengan lelaki yang tidak benar akidah dan manhajnya, tentunya potensi untuk dia tersesat dan mengikuti suaminya lebih besar, wallahul musta’an. Karenanya amalan seperti ini dijauhi, insya Allah masih banyak ikhwan/akhwat yang bagus akidah dan manhajnya, karenanya dia bersabar dan bertawakkal kepada Allah.

Adapun jodoh, maka dia adalah perkara ghaib karena dia termasuk dari takdir seseorang, dan tidak ada yang mengetahui apa takdirnya kecuali setelah terjadinya. Hanya saja mungkin dia bisa shalat istikharah guna menetapkan hatinya apakah calonnya bisa mendatangkan kebaikan bagi agama dan dunianya ataukah tidak, dia beristikharah kepada Allah dan bertawakkal kepadanya, wallahu a’lam.

Tanya 2 :
Assalamu’alaikum Wr. Wb. ?
Ustadz saya mau tanya ? mengapa ketika saya benar2 niat nikah lillahita’ala kog rasanya sulit sekali mencari jodoh ? padahal saya sudah berusaha dengan keras kesana kemari bahkan sampe pergoi ke dukun segala, saya sudah sholat lima waktu sholat tahajjud dan puasa senin kamis tapi megapa kog tiada hasil, mengapa Allah SWT masih belum jua mengabulkan doa dan usaha saya, kog malah dipersulit ? malah tambah sulit sekali dalam mecari jodoh sampe saya benar2 frustasi streesss ….!!!! tapi kenapa orang yang bermaksiat, orang yang berzina, melakukan pesta sex kog dipermudah oleh ALLAH SWT bahkan diberikan kenikmatan ? mengapa bisa begini ? mana keadilan ALLAH SWT pada hamba2Nya yang muslim ? mana janji-Nya akan mengabulkan doa setiap hambaNya ? apa yang harus saya lakukan ? mohon tausiayah dari ustadz ? (thaha)

Jawab :
waalaikumussalam warahmatullah.
Jangan sekali-kali mengatakan: “Aku telah berdoa tapi tidak dikabulkan,” karena ucapan seperti ini termasuk sebab terbesar tertolaknya doa. Setiap orang yang berdoa maka Allah telah berjanji untuk mengabulkannya, jika Allah tidak kabulkan apa yang kita minta maka:
1. Mungkin kita melakukan maksiat besar yang bisa menghalangi diterimanya doa kita, misalnya ucapan ‘saya sudah berdoa tapi tidak dikabulkan’ atau datang ke dukun yang merupakan kesyirikan, semua ini menjadi sebab doanya tidak dikabulkan
2. Kita mengonsumsi makanan haram, atau sebab-sebab lainnya yang menyebabkan doa tidak terkabul.
Maka tidak semua orang yang berdoa akan Allah kabulkan, yang dikabulkan hanyalah yang memenuhi syarat-syarat doa dan menghindari semua sebab tertolaknya doa.
Adapun cara Allah mengabulkan doa maka ada 3 cara:
1. Kadang diberikan apa yang dia minta.
2. Kadang tidak diberikan apa yang dia minta tapi sebagai gantinya Allah melindunginya dari kejelekan.
3. Disimpankan untuknya sampai hari kiamat.

Tanya 3 :
Assalamu’alaikum
Ustadz sampai sekarang ana masih bingung dengan beberapa artikel disebagian situs salafi yang mencatumkan kalimat “madzhab salaf”. apa perbedaaan dan persamaan antara manhaj dengan madzhab. Jazakumullahu khairan. (Roni)

Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullah.
Manhaj itu lebih luas daripada mazhab, karena manhaj bermakna metode atau jalan dalam menempuh sesuatu. Karenanya manhaj itu mencakup manhaj dalam akidah, manhaj dalam ibadah, manhaj dalam muamalah, dan seterusnya.
Adapun mazhab, maka dia adalah pola pikir seorang ulama dalam memahami nash-nash syariat, terkhusus dalam masalah fiqhi. Karenanya pola pikir imam malik dikatakan mazhab Maliki dan seterusnya.
Hanya ini yang bisa kami jawab, wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar